Selasa, 21 Februari 2017

Tawanan Juang.

Sadarlah kawan, kita tak selalu menderita.
Sadarkah kawan, laut menyapa damai rintih yang kau semestakan?
Lantas, tidak bersyukurkah kau akan kesederhanaan yang memilukan ini? (Setidaknya itulah yang kau ucap.)

Lontaran fenomenamu telah menjelata, kawan.
Tak perlulah kau melukis monalisa yang sudah ada.
Rawanlah pula yang demikian itu merusak tabiatnya.
Beraksara pun bukan peluru perak-nya, kawan. Kau sadari itu.
Hendak-kah yang seperti itu engkau cukupkan?

Tak bisa kutampik, lancang diriku ini terhadap peluhmu.
Tatkala kau tertatih memenuhi titah sang saka, aku bersajak sembari menunggu kelapa tumbuh dari bibit padi.

Ingin jugalah kiranya aku berdarah semerah darahmu, bertulang seputih tulangmu, kawan.
Sejatinya aku bukanlah lawan, hanya semangat juang yang ditawan.

Selasa, 14 Februari 2017

Dua Sajak-nya.

-Kondisi-

Malu rasanya
Hanya bisa bersembunyi
Dalam lebatnya semak keraguan
Persembunyian yang terlalu dalam
Pandanganku menghitam legam
Sungguh,
Pada hidupmu ku ingin menyelam.

Selama ini dan aku masih bergumam.


-Lubang Hitam-


Wahai engkau lubang hitam,
Mengagumimu amatlah hebat
Membutakanku dari bintang serta debu angkasa
Tak tersisa satu cahaya untukku berpaling.
Ke-absolutan-mu itu egois, namun aku suka.
Pusaran semu yang sedang menelanku itu,
Tak membuatku jera memandangimu.

Ya, memandangi ketidakpastian yang terpancar pekat di wajahmu.
Ketidakpastian yang mungkin aku sendirilah pelukis agungnya.


Dani,
2017
© An airhead's words.
Maira Gall